Secara
filosofis, pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki :
- Dasar ontologis
Dasar
ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat
mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat
dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Manusia sebagai pendukung
pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki hak-hak yang mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat
manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan
kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dab sebagai makhluk
tuhan yang maha esa. Oleh karena itu, maka secara hierarkhis sila pertama
ketuhanan yang maha esa mendasaai dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang
lainnya. Hubungan
kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa
hubungan sebab-akibat. Landasan sila-sila pancasila yaitu tuhan, manusia, satu,
rakyat, dan adil adalah sebagai sebab dan negara adalah sebagai akibat.
Menurut Notonegoro, sebagai
suatu sistem filsafat landasan sila-sila pancasila itu dalam hal isinya
menunjukan suatu hakikat makna yang bertingkat, serta di tinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal. Hal ini dapat di jelaskan
sebagai berikut :
“..........sebenarnya
ada hubungan sebab dan akibat antara negara pada umumnya dengan manusia karena
negara adalah lembaga kemanusiaan,yang di adakan oleh manusia.adapun tuhan
adalah asal segala sesuatu, termasuk manusia sehingga terdapat hubungan sebab
dan akibat pula yang tidak langsung antara negara dengan asal mula segala
sesuatu,rakyat adalah jumlah dari manusia-manusia pribadi. Sehingga hubungan
sebab akibat antara negara dengan rakyat, lebih-lebih buat negara kita yang
kekuasaannya dengan tegas di nyatakan di tangan rakyat, berasal dari rakyat,
sebagai mana tersimpul dalam asas
kedaulatan rakyat. Tidak dari satu akan tetapi dari penjelmaan dari pada satu
itu, ialah kesatuan rakyat, dapatlah timbul suatu negara, sehingga dengan tidak
secara langsung ada juga hubungan sebab dan akibat. Adil adalah dasar dari
cita-cita kemerdekaan setiap bangsa, jika
sesuatu bangsa tidak merdeka tidak mempunyai negara sendiri itu adalah adil.
Jadi hubungan antara negara dengan adil termasuk pula dalam hubungan yang harus
ada atau mutlak, dan dalam arti bahwa adil itu dapat di katakan mengandung
unsur pula yang sejenis dengan asas hubungan sebab dan akibat atau pendorongan
utama. Selain itu siloa keadilan sosial adalah
merupakan tujuan dari keempat sila yang mendahuluinya,maka dari itu merupakan
tujuan dari bangsa kita dalam bernegara.........”.
Berdasarkan
uraian tersebut maka hakikat kesatuan sila-sila pancasila, yang bertingkat dan
berbentuk piramidal dapat dijalaskan sebagaai berikut:
Sila
pertama : Ketuhanan yang maha esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan /perwakilan, keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hal tersebut berdasarkan hakikat bahwa
pendukung pokok negara adalah manusia, karena negara adalah sebagai makhluk
Tuhan yang maha esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan yang
maha esa sebagai kuasa prima. Tuhan adalah sebagai asal mula sesuatu, adanya
Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas serta
pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975 : 78 ). Sehingga
dengan demikian sila pertama mendasari, meliputi dan memnjiwai keempat sila
lainnya.
Sila
kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila
ketuhanan yang maha esa adalah menjiwai sila-sila persatuan indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hal
ini dapat di jelaskan bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan, yang di adakan
oleh manusia (Notonagoro, 1975 : 55). Maka manusia adalah sebagai subjek
pendukung pokok negara. Negara adalah dari, oleh dan untuk manusia, oleh karena
itu terdapat hubungan sebab akibat yang langsung antara negara dengan manusia.
Adapun manusia adalah makhluk tuhan Yang Maha Esa sehingga menjiwai sila kedua
di dasari dan dijiwai oleh sila pertama.sila kedua mendasari dan menjiwai sila
ketiga, sila keempat, dan sila kelima. Pengertian tersebut hakikatnya
mengandung makna bahwa rakyat adalah sebagai unsur pokok negara, dan rakyat
merupakan totalitas individu-individu yang bersatu yang bertujuan mewujudkan
suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial). Dengan demikian pada
hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara adalah manusia, dan manusia yang
bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsur pokok negara serta
terwujudnya keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup manusia bersama
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sila
ketiga : Persatuan indonesia adalah diliputi ketuhanan yang maha esa adalah
meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksaan dan permusyawaratan /perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan
dan kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu
persekutuan hidup yang disebut negara. Maka pada hakikatnya yang bersatu adalah
manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa , oleh karena itu persatuan
adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha
esa. Adapun hasil persatuan diantara individu-individu, pribadi-pribadi dalam
suatu wilayah tertentu disebut rakyat sehingga rakyat merupakan unsur pokok
negara. Persekutuan hidup bersama manusia dalam rangka untuk mewujudkan suatu
tujuan bersama yaitu keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan sosial)
sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat, dan sila kelima
pancasila.
Sila
keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan / perwakilan, adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila
ketuhanan yang maha esa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia,
meliputi dan menjiwai sila keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Hakikat sila
keempat adalah rakyat merupakan persatuan-persatuan manusia, semua orang, semua
warga dalam suatu wilayah negara tertentu. Maka secara ontologis adanya rakyat adalah
ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha
esa yangyang menyatukan diri dalam suatu wilayah negara tertentu. Adapun sila
keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial (sila kelima
Pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahteraan
warganya atau dengan lain perkataan negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya.
Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan, terwujudnya
keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
Sila
kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia adalah diliputi dan
dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan
dan permusyawaratan/perwakilan. Sila keadilan sosial adalah merupakan tujuan
dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan sosial juga
ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua
yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurut Notonagoro hakikat keadilan
yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat
manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang adil terhadap sesama dan terhadap
Tuhan atau kuasa prima. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis
tersebut dalam bidang kehidupan bersama baik dalam lingkup masyarakat, bangsa,
negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut, sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yaitu dalam wujud keadilan dalam
hidup bersama atau keadilan sosial. Dengan demikian logikanya keadilan sosial
didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab
(Notonagoro, 1975: 140, 141).
2.
Dasar
Epistemologis (pengetahuan) sila-sila pancasila
Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan
pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesra,
manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar
bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan
kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu
sistem cita-cita atau keyakinan yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan
landasan bagi cara hidup manusia atau kelompok masyarakat dalam berbagai
kehidupan sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki 3 unsur pokok agar
dapat menarik loyaritas dari pendukungnya yaitu:
- Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya
- Pathos yaitu penghayatannya
- Ethos yaitu kesusilaannya sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka pancasila harus memiliki unsur rasional teruatama kududukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis pancasila tidak dapat dipisahkan
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis
ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap
bangunan epitemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam
bangunan filsafat manusia. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epitemologi yaitu pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang
teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Persoalan epitemologi dalam hubungannya dengan pancasila dapat dirinci sebagai
berikut.
Pertama, sumber pengetahuan pancasila adalah Indonesia
sendiri yang memiliki nilai-nilai adat istiadat serta kebudayaan dan nilai
religius maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila pancasila
dengan pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian
yang bersifat korespondensi. Berikutnya tentang sususan pancasila sebagai
sistem suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka
pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan
sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susunan kesatuan
sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal. Susunan
isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu isi arti pancasila yang umum
universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Isi arti sila-sila pancasila yang
umum universal ini merupakan inti sari atau esensi pancasila sehingga merupakan
pangkal tolak derivasi baik dalam
pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia
serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang kongkrit.
Kedua isi arti pancasila yang umum kolektif yaitu isi arti pancasila sebagai
pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum
Indonesia. Ketiga isi arti pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu
isi arti pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan
sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis.
Pembahasan berikutnya adalah pandangan pancasila
tentang pengetahuan pancasila. Konsepsi dasar ontologis sila-sila pancasila
yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi
pancasila. Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu
hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang
terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani) tingkatan hakikat jasmani manusia
adalah unsur-unsur: fisis anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur rohani
manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu: akal, rasa,
kehendak.
Manusia memiliki indera sehingga dalam proses
reseptif indera merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang
bersifat empiris. Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu
sintesis yang harmonis antara pontensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal,
rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu
kebenaran mutlak.
3.
dasar aksiologis
( nilai ) sila-sila pancasila
terdapat
berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing
dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Namun dari berbagai
macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokan pada dua macam sudut pandang
yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai
yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif. Namun juga terdapat pandangan bahwa
pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri bernilai, hal ini
merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Max
Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama
tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan
sebagai berikut : 1) Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai ini berkaitan dengan
indera manusia sesuatu yang mengenakan dan tidak mengenakkan dalam kaitannya dengan
indra manusia, yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak.
(2) nilai-nilai kehidupan, yaitudalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai
yang penting baagi kehidupan manusia, misalnya kesegaran jasmani, kesehata,
serta kesejahteraan umum. (3) nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini
terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani ataupun lingkungan. (4) nilai-nilai kerohanian, yaitu dalam tingkatan
ini terdapa modalitas nilai dari yang suci.
Pandangan
dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro, dibedakan menjadi 3 macam
yaitu : (1) nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani
manusia; (2) nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan suatu aktivitas atau suatu kegiatan; (3) nilai-nilai kerohanian,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas
empat tingkatan antara lain : nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis,
nilai kebaikan/nilai moral, dan nilai religius.
Daftar Pustaka
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM.
Notonagoro. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta :
Fakultas Filsafat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar