Kamis, 24 November 2016

Pendekatan Filsafat dalam Pancasila



Secara filosofis, pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki :
  1.  Dasar ontologis
Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak  monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memiliki hak-hak yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dab sebagai makhluk tuhan yang maha esa. Oleh karena itu, maka secara hierarkhis sila pertama ketuhanan yang maha esa mendasaai dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya. Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat. Landasan sila-sila pancasila yaitu tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah sebagai sebab dan negara adalah sebagai akibat.
Menurut Notonegoro, sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila pancasila itu dalam hal isinya menunjukan suatu hakikat makna yang bertingkat, serta di tinjau dari keluasannya memiliki bentuk piramidal. Hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut :
“..........sebenarnya ada hubungan sebab dan akibat antara negara pada umumnya dengan manusia karena negara adalah lembaga kemanusiaan,yang di adakan oleh manusia.adapun tuhan adalah asal segala sesuatu, termasuk manusia sehingga terdapat hubungan sebab dan akibat pula yang tidak langsung antara negara dengan asal mula segala sesuatu,rakyat adalah jumlah dari manusia-manusia pribadi. Sehingga hubungan sebab akibat antara negara dengan rakyat, lebih-lebih buat negara kita yang kekuasaannya dengan tegas di nyatakan di tangan rakyat, berasal dari rakyat, sebagai  mana tersimpul dalam asas kedaulatan rakyat. Tidak dari satu akan tetapi dari penjelmaan dari pada satu itu, ialah kesatuan rakyat, dapatlah timbul suatu negara, sehingga dengan tidak secara langsung ada juga hubungan sebab dan akibat. Adil adalah dasar dari cita-cita kemerdekaan setiap bangsa,  jika sesuatu bangsa tidak merdeka tidak mempunyai negara sendiri itu adalah adil. Jadi hubungan antara negara dengan adil termasuk pula dalam hubungan yang harus ada atau mutlak, dan dalam arti bahwa adil itu dapat di katakan mengandung unsur pula yang sejenis dengan asas hubungan sebab dan akibat atau pendorongan utama. Selain itu siloa keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila yang mendahuluinya,maka dari itu merupakan tujuan dari bangsa kita dalam bernegara.........”.
Berdasarkan uraian tersebut maka hakikat kesatuan sila-sila pancasila, yang bertingkat dan berbentuk piramidal dapat dijalaskan sebagaai berikut:
Sila pertama : Ketuhanan yang maha esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan /perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hal tersebut berdasarkan hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia, karena negara adalah sebagai makhluk Tuhan yang maha esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya Tuhan yang maha esa sebagai kuasa prima. Tuhan adalah sebagai asal mula sesuatu, adanya Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas serta pula sebagai pengatur tata tertib alam (Notonagoro, 1975 : 78 ). Sehingga dengan demikian sila pertama mendasari, meliputi dan memnjiwai keempat sila lainnya.
Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi dan dijiwai sila ketuhanan yang maha esa adalah menjiwai sila-sila persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hal ini dapat di jelaskan bahwa negara adalah lembaga kemanusiaan, yang di adakan oleh manusia (Notonagoro, 1975 : 55). Maka manusia adalah sebagai subjek pendukung pokok negara. Negara adalah dari, oleh dan untuk manusia, oleh karena itu terdapat hubungan sebab akibat yang langsung antara negara dengan manusia. Adapun manusia adalah makhluk tuhan Yang Maha Esa sehingga menjiwai sila kedua di dasari dan dijiwai oleh sila pertama.sila kedua mendasari dan menjiwai sila ketiga, sila keempat, dan sila kelima. Pengertian tersebut hakikatnya mengandung makna bahwa rakyat adalah sebagai unsur pokok negara, dan rakyat merupakan totalitas individu-individu yang bersatu yang bertujuan mewujudkan suatu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial). Dengan demikian pada hakikatnya yang bersatu membentuk suatu negara adalah manusia, dan manusia yang bersatu dalam suatu negara disebut rakyat sebagai unsur pokok negara serta terwujudnya keadilan bersama adalah keadilan dalam hidup manusia bersama sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sila ketiga : Persatuan indonesia adalah diliputi ketuhanan yang maha esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dan permusyawaratan /perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Maka pada hakikatnya yang bersatu adalah manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa , oleh karena itu persatuan adalah sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan yang maha esa. Adapun hasil persatuan diantara individu-individu, pribadi-pribadi dalam suatu wilayah tertentu disebut rakyat sehingga rakyat merupakan unsur pokok negara. Persekutuan hidup bersama manusia dalam rangka untuk mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam kehidupan bersama (keadilan sosial) sehingga sila ketiga mendasari dan menjiwai sila keempat, dan sila kelima pancasila.
Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan, adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang maha esa kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, meliputi dan menjiwai sila keadilan bagi seluruh rakyat indonesia. Hakikat sila keempat adalah rakyat merupakan persatuan-persatuan manusia, semua orang, semua warga dalam suatu wilayah negara tertentu.  Maka secara ontologis adanya rakyat adalah ditentukan dan sebagai akibat adanya manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha esa yangyang menyatukan diri dalam suatu wilayah negara tertentu. Adapun sila keempat tersebut mendasari dan menjiwai sila keadilan sosial (sila kelima Pancasila). Hal ini mengandung arti bahwa negara adalah demi kesejahteraan warganya atau dengan lain perkataan negara adalah demi kesejahteraan rakyatnya. Maka tujuan dari negara adalah terwujudnya masyarakat yang berkeadilan, terwujudnya keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial).
Sila kelima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh sila-sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dan permusyawaratan/perwakilan. Sila keadilan sosial adalah merupakan tujuan dari keempat sila lainnya. Secara ontologis hakikat keadilan sosial juga ditentukan oleh adanya hakikat keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Menurut Notonagoro hakikat keadilan yang terkandung dalam sila kedua yaitu keadilan yang terkandung dalam hakikat manusia monopluralis, yaitu kemanusiaan yang adil terhadap sesama dan terhadap Tuhan atau kuasa prima. Penjelmaan dari keadilan kemanusiaan monopluralis tersebut dalam bidang kehidupan bersama baik dalam lingkup masyarakat, bangsa, negara dan kehidupan antar bangsa yaitu menyangkut, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yaitu dalam wujud keadilan dalam hidup bersama atau keadilan sosial. Dengan demikian logikanya keadilan sosial didasari dan dijiwai oleh sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab (Notonagoro, 1975: 140, 141).
2.      Dasar Epistemologis (pengetahuan) sila-sila pancasila
Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesra, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan yang telah menyangkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau kelompok masyarakat dalam berbagai kehidupan sebagai suatu ideologi maka pancasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyaritas dari pendukungnya yaitu:
  •  Logos yaitu rasionalitas atau penalarannya
  • Pathos yaitu penghayatannya
  •  Ethos yaitu kesusilaannya sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka pancasila harus memiliki unsur rasional teruatama kududukannya sebagai suatu sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis pancasila tidak dapat dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia kalau manusia merupakan basis ontologis dari pancasila, maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epitemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epitemologi yaitu pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia. Persoalan epitemologi dalam hubungannya dengan pancasila dapat dirinci sebagai berikut.
Pertama, sumber pengetahuan pancasila adalah Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat istiadat serta kebudayaan dan nilai religius maka diantara bangsa Indonesia sebagai pendukung sila-sila pancasila dengan pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensi. Berikutnya tentang sususan pancasila sebagai sistem suatu sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem pengetahuan maka pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis baik dalam arti susunan sila-sila pancasila maupun isi arti sila-sila pancasila. Susunan kesatuan sila-sila pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal. Susunan isi arti pancasila meliputi tiga hal yaitu isi arti pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila pancasila. Isi arti sila-sila pancasila yang umum universal ini merupakan inti sari atau esensi pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam  pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang kongkrit. Kedua isi arti pancasila yang umum kolektif yaitu isi arti pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga isi arti pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi arti pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis.
Pembahasan berikutnya adalah pandangan pancasila tentang pengetahuan pancasila. Konsepsi dasar ontologis sila-sila pancasila yaitu hakikat manusia monopluralis merupakan dasar pijak epistemologi pancasila. Menurut pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok yaitu susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rohani) tingkatan hakikat jasmani manusia adalah unsur-unsur: fisis anorganis, vegetatif, animal. Adapun unsur rohani manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia yaitu: akal, rasa, kehendak.
Manusia memiliki indera sehingga dalam proses reseptif indera merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Kebenaran dalam pengetahuan manusia adalah merupakan suatu sintesis yang harmonis antara pontensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi yaitu kebenaran mutlak.
3.      dasar aksiologis ( nilai ) sila-sila pancasila
terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada  titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokan pada dua macam sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif. Namun juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya sesuatu itu memang pada dirinya sendiri bernilai, hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan sebagai berikut : 1) Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai ini berkaitan dengan indera manusia sesuatu yang mengenakan dan tidak mengenakkan dalam kaitannya dengan indra manusia, yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak. (2) nilai-nilai kehidupan, yaitudalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting baagi kehidupan manusia, misalnya kesegaran jasmani, kesehata, serta kesejahteraan umum. (3) nilai-nilai kejiwaan, dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani ataupun lingkungan. (4) nilai-nilai kerohanian, yaitu dalam tingkatan ini terdapa modalitas nilai dari yang suci.
Pandangan dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro, dibedakan menjadi 3 macam yaitu : (1) nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia; (2) nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau suatu kegiatan; (3) nilai-nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan antara lain : nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan/nilai moral, dan nilai religius.

Daftar Pustaka 
Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : UGM. 
Notonagoro. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta : Fakultas Filsafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar