Jumat, 30 Desember 2016

Pendidikan Adalah Komunikasi dan Dialog

Pendidikan bukan transfer pengetahuan, tetapi perjumpaan subjek-subjek dalam dialog dalam pencarian signifuikansi objek dari proses mengetahui dan berpikir (Freire 1997). Dalam komunikasi yang beroperasi melalui kata-kata, relasi pemikiran-bahasa-konteks atau realitas tidak dapat terputus. Tidak ada pemikiran yang tidak memilik suatu acuan ke realitas dan yang secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh realitas. Karena  itu bahasa yang mengekspresikan pemikiran itu tentu saja memperlihatkan pengaruh ini juga. Komunikasi tidak dapat direduksi menjadi komunikasi yang efisien yang mempersyaratkan subjek-subjek dalam dialog dan mengarahkan diri untuk “masuk kedalam” objek yang sama. Ia mempersyaratkan bahwa mereka yang mengekspresikannya dengan sarana tanda-tanda linguistik yang sama bagi kedua pihak agar merekadapat memiliki sebuah pemahaman yang sama tentang objek komunikasi. Tidak aka nada komunikasi, jika pemahaman makna (signifikasi) dari suatu tanda tidak terbangun di kalangan Subjek-subjek-dalam-dialog. Jika tanda tidak memiliki makna yang sama (signifikasi) bagi Subjek-subjek dalam komunikasi, komunikasi berhenti untuk terjadi karena kekurangan pemahaman yang esensial.

Pendidikan Freire Yang Diagnosis


Freire (1970). Dialog adalah perjumpaan antarmanusia,dimensi oleh dunia,dalam rangka menamai dunia. Menamai dunia dimaknai sebagia mengkonfirmasi segala ciptaan Tuhan dengan merekreasikannya melauli kata-kata sejati dalam diri melalui proses mencari,dan terus mencari. Karena itu dialog tidak dapat terjadi antar mereka yang ingin menamai dunia dan mereka yang tidak ingin menamai dunia. Mereka yang ingin menamai dunia adalah mereka yang berada pada level epistemologi, mereka adalah pencari ilmu, mereka mencintai perubahn dan bahagia dengan pencarian itu. Bagi mereka dunia perlu dinamai secara otentik melalui dialog-dialog. Sedangkan mereka yang tidak bersela menamai dunia adalah mereka yang pasif reaktif. Mereka yang pasif hanya menerima penamaan dunia dari penguasa, kata-kata tentang dunia menurut mereka tidak perlu dicari, sedangkan mereka yang reaktif berusaha mengungkapkan kata-katanya sendiri dan membungkam mulut orang lain untuk berkata-kata,mereka anti-dialog.
Pendidikan Freire yang dialogis banyak ditunjukan menggerakkan masyarakat yang masih berkesadaran naïf, magis, atau fanatik, menuju ke kesadaran kritis, memfasilitasi mereka untuk dapat mengintervensi proses historis. Caranya :
a.       Dengan metode aktif, dialogis, menstimulasi – kritisisme dan kritis;
b.      Dengan isi program pendidikan yang dinamis;
c.       Dengan penggunaan teknik-teknik seperti “penguraian’ tematik dan “kodifikasi”.
Metode ini didasarkan atas dialog, yang merupakan perhubungan antar orang secara horizontal.
Relasi “empati” antar dua “kutub” yang terlibat dalm sebuah pencarian bersama. (Jaspers) dilahirkan dari sebuah matriks kritis, dialog mengkreasi sebuah sikap kritis. Dialog ditumbuhkan oleh cinta, kerendahn-hati, harapan, keyakinan, dan kepercayaan. Ketika dua kutukb dialog terhubungkan oleh hal tersebut mereka dapat bergabung dalm sebuah pencarian kritis sesuatu hal. Hanya dialog yang menumbuhkan komunikasi yang sebenarnya.(jaspers,dalam Freire, 1974) dialog adalah satu-satunya jalan, tidak hanya dalam masalah-masalah vital dari tatanan politik, tetapi dalam semua ekspresi dari keberadaan kita di dunia. Hanya melalui keyakinan, bagaimanapun, dialog memiliki kuasa dan makna.
Sedangkan anti-dialog akan mereduksi manusia menjadi benda,malahirkan budaya bisu yang menahun. Budaya bisu akan menenggelamkan kesadaran manusia, manusia jadi tidak kritis, manusia terbirokrasi, manusia menghindari realitas, bahkan lari darinya. Relasi “terputus”. Anti-dialog mempresentasikan perhubungan antarmanusia secara vertical. Ia tidak mengandung cinta,karena itu tidak kritis, dan tidak bisa menciptakan sikap kritis. Anti-dialog memepresentasikan sikap kecukupan-diri sendiri dan arogansi total. Dalam anti-dialog relasi empati antar “kutub-kutub” terputus. Dengan demikian anti-dialog tidak berkomunikasi, tetapi utamanya menerbitkan komunika-komunika yang kaku dan sama persis. Guru yang anti-dialog melihat muridnya bagaikan bejana kosong yang miskin ilmu,jadi ia memposisikan dirinya sebagai penyedia, penyuplai, dan distributor  ilmu.

Dominasi Dunia Melalui Dialog Sebagai Komunikasi dan Interkomunikasi


Dialog-dialog kritis akan membangkitkan kesadaran kritis manusia, menghidupkan hati, memacu pikiran, dan membentuk karakter manusia yang aktif-transformatif. Dialog-dialog akan membentuk manusia yang mampu menggenggam dunia. Karena dialog adalah sebuah perjumpaan antar manusia yang hendak menamai dunia, lalu kemudian menggenggamnya, dialog harus dibangun melalui kata-kata sejati yang otentik, bukan kata yang dicopy dari pihak lain, yang justru akan merusak esensi dialog. Dialog adalah sebuah tindakan kreasi; ia bukan suatu unstrumen yang lihai untuk melakukan dominasi pembisuan. “dominasi yang implisit dalam dialog adalah dominasi dunia oleh para peserta dialog; dialog adalah penaklukan dunia untuk pembebasan umat manusia”. “dialog adalah kreatif dan rekreatif. Bahkan dibandingkan dengan pekerjaan menulis buku sendirian, dengan dialog anda merekreasi diri anda sendiri dengan tingkatan yang lebih besar”.
Mustahil ada dialog tanpa adanya komunikasi. Komunikasi adalah inti dari fenomena dialog. Selama komunikasi tidak ada subjek-subjek yang pasif. Subjek-subjek memperlihatkan ekmampuannya untuk merangsek-menerobos-menyatu terhadap objek dari pemikiran mereka yang mengkonsumsikan isi yang kay dan bermakna. Komunikasi dikarakterisasi oleh fakta bahwa ini adalah dialog, dalm hal dialog adalah berkomunikasi. Dalam perhubungan antar komunikasi dan dialog subjek-subjek yang terlibat dalm dialog mengekspresikan diri mereka sendiri melalui sebuah sisyem tanda-tanda linguistic secar sadar. Agar tindakan komunikasi berhasil, harus terdapat kesesuian antar subjek-subjek yang berkomunikasi secara timbal balik.Yakni, ekspresi verbal dari salah satu subjek harus dapat dipahami dalam kerangka acuan yang bermakna bagi subjek lainnya. Jika kesepakatan terhadap tanda-tanda lingistik ini digunakan untuk mengekspresikan objek yang dimaksud tidak ada, maka di antara subjek-subjek ini tidak akan dapat ada pemahaman, dan komunikasi menjadi tidak mungkin. Karena itu pemahaan dan komunikasi terjadi secara serempak, bukan hal yang terpisah satu sam lainnya. Sama kelirunya adalh konsepsi yang memandang tugas pendidikan sebagai sebuah tindakan men-transmisi atau sebagi extension sistematis pengetahuan. Tugas pendidik bukan menetapkan diri sendiri berperan menyebarkan “komunike-komunike”, akan tetapi membangun komunikasi yang dialogis,dialog yang internasionalis,sadar terhadap objek,dan kaya makna.

Percakapan Santun Antarorang Menamai Dunia


Orang-orang berdialog, berbicara dengan kata-kata mereka, dengan menamai dunia, mentransformasinya, yang menjadi dialog yang tumbuh sendiri sebagai cara mereka mencapai signifikansi sebagai manusia. karena itu dialog adalah suatu existensial necessity. Dan karena dialog adalah perjumpaan yang mempersatukan refleksi dan tindakan dari para pelakunya ditujukan pada dunia yang akan ditransformasi dan dihumanisasi, dialog ini tidak dapat direduksi menjadi tindakan pihak-pihak yang “mendositokan” ide-ide kepada pihak lainnya, juga ia tidak dapat menjadi sebuah pertukaran ide sederhana yang akan dikonsumsi oleh para peserta diskusi. Juga dialog ini bukan silang argument yang kasar, polemic, antara mereka yang tertarrik untuk menamai dunia atau mencari kebenaran, tetapi lebih tertuju untuk pemberlakuan kebenaran mereka sendiri secara santun.
Perhubungan dialogis, di samping sebagi praktik fundamental pada manusia dan pada masyarakat demokratis, juga merupakan sebuah persyaratan epistemologis. Sebagi alat, dialog dapt digunakan atu tidak,yang daopat diganti-gati oleh alat lainnya. Dialog bukan hanya alat, atau praktik pendidikan, tetapi sikap hidup atau dialogisme manusia sebagi Subjek yang juga inconclusive beings yang sadra diri, mengimplikasikan dialog. Karena itu tanpa dialog tidak ada subjek. Dialog mengansumsikan kesetaraan antarmanusia, hubungan subjek-subjek. Dialog menandai tindakan mengetahui yang bersifat social,meskipun tindakan ini memiliki dimensi individual (Freire 1987). Perhubungan Subjek-objek, bukan perhubungan kesetaraan, bukan dialog. Dialog juga mengasumsikan kekurangan, kesalahan, kekeliruan, bukan self-suffiency; karena itu dialog mereprresentasikan perjalanan pembentukan manusia secara social dan historis. Manusia adalah pengada yang dibangun secara social dan historis melalui dialog, dialog adalah kebutuhan eksistensial manusia.