Kebahagiaan sejati inilah yang menjadi titik dari pencerahan. Pada
titik ini, pencerahan bukanlah berarti, bahwa kita memperoleh pemahaman
baru tentang dunia. Sebaliknya, pencerahan berarti hancurnya semua
pemahaman kita tentang dunia. Lalu, kita bisa melihat dunia apa adanya. Ini adalah dunia sebelum diciptakan oleh
pikiran kita dengan segala unsur-unsurnya. Ia adalah “kekosongan”, yakni
ketiadaan unsur apapun. Kata “kekosongan” sebenarnya juga sudah salah,
karena itu adalah konsep yang diciptakan oleh pikiran kita. Kekosongan
sebelum “kekosongan” adalah hakekat pikiran kita, sekaligus hakekat dari
segala sesuatu yang ada di dalam kenyataan.
Di dalam pikiran terkandung berbagai kemungkinan. Berbagai penemuan
berharga di dalam sejarah manusia dimulai dari pikiran. Revolusi politik
yang mengubah struktur mendasar suatu negara juga dimulai dari pikiran.
Bahkan, kata “pikiran” pun adalah hasil dari pikiran kita juga. Pendapat ini ditegaskan oleh Immanuel Kant di dalam bukunya Kritik der Reinen Vernunft.
Baginya, apa yang disebut kenyataan merupakan kenyataan sebagaimana
dibentuk oleh kategori-kategori yang ada di dalam pikiran kita. Kant
menyebutnya sebagai kategori-kategori akal budi (Kategorien der Vernunft).
Kategori-kategori itu, antara lain, adalah ruang, waktu, forma, sebab
akibat dan sebagainya. Semuanya bukanlah sesuatu yang mutlak di dalam
kenyataan, melainkan unsur-unsur dari pikiran kita. Karena memiliki
unsur-unsur ini, kita lalu bisa mengenali dunia. Apa yang kita anggap
sebagai kehidupan dan kenyataan sebenarnya adalah bentukan dari akal
budi serta pikiran kita sendiri.
Pendapat Kant ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Sekitar 2300
tahun yang lalu, di India, para meditator Buddhis sudah sampai pada
kesimpulan yang sama. Apa yang disebut sebagai kenyataan dan kehidupan
tidak lebih dari gerak pikiran kita sendiri. Tidak hanya itu, mereka
bahkan menggunakan pemahaman ini untuk menghilangkan penderitaan, dan
mencapai kebahagiaan yang sejati.
Pencerahan berarti menyadari semua ini. Ia juga berarti menyadari,
bahwa segala sesuatu memiliki sumber yang sama, yakni kekosongan.
Penderitaan dan kebahagiaan berasal dari sumber yang sama, yakni pikiran
dan kekosongan. Dengan berpikir seperti ini, kita tidak lagi menolak
penderitaan secara keras, dan bernafsu mendapatkan kebahagiaan.
Hilangnya penolakan dan nafsu berarti juga ketenangan sepenuhnya.
Kita lalu hidup dari titik asali dari segala sesuatu, yakni kekosongan.
Beberapa tradisi bahkan menyebut kekosongan ini sebagai Tuhan yang
menjadi awal dan akhir dari segala sesuatu. Saya tidak mau sejauh itu. Cukuplah ditegaskan, bahwa hidup dari titik asali ini berarti hidup
di dalam ketenangan sempurna. Buah dari ketenangan sempurna ini adalah
kebijaksanaan, welas asih dan kebebasan batin yang sejati. Inilah tiga
inti keutamaan yang mengantarkan kita tidak hanya pada kedamaian jiwa,
tetapi juga pada perdamaian dunia. Kita lalu bisa menjalankan hidup saat
demi saat dengan kedamaian, serta dorongan batin untuk menolong semua
mahluk, tanpa kecuali.
Daftar Pustaka
https://rumahfilsafat.com/2016/04/19/pikiran-dan-pencerahan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar