Dialog
tidak dapat terwujud tanpa kerendahan hati. Dialog, sebagai perjumpaan dari
mereka yang tertuju pada tugas bersama dalam bentuk belajar dan berindak,
dialog akan terhenti oleh segelintir orang yang tidak memiliki kerendahan hati.
Dialog tidak terjalin jika salah satu pihak menganggap bodoh, meremehkan,
menyudutkan pihak lain. Dialog tidak mungkin terjadi oleh pihak-pihak yang
enggan atau lupa untuk mawas diri akan kelemahannya dan selalu mengumbar
kelemahan orang lain. Dialog tidak akan terjadi jika menganggap diri sebagai
anggota dari kelompok yang memiliki pengetahuan dan kebenaran yag superior,
sementara anggota lainnya adalah yang kosong atau dangkal. Dialog tidak akan
terjadi jika dimulai dengan premis bahwa penamaan dunia adalah tugas dari suatu
elit atau penguasa. Tidak ada dialog jika tertutup terhadap kontribusi pihak
lain. Tidak ada dialog jika takut tersingkir, sebagai satu-satunya kemungkinan
yang menyebabkan diri menderita dan lemah. Rasa mampu diri tidak sejalandengan
dialog. Orang yang tidak memiliki atau telah kehilangannya kerendahan hati
tidak dapat menghampiri masyarakat, tidak dapat menjadi mitra mereka dalam
menamai dunia. Dialog hanya bias terjalin oleh pihak-pihak yang tidak merasa
bodoh ataupun tidak merasa bijak, dengan begitu mereka akan berjalan beriringan
dengan belajar bersama. Seorang pendidik yang dialogis, ia akan bersikap bijak
dalam mendidik, tidak menunjukka ia superior dalam pengetahuan, tidak pula
menganggap murisnya bodoh. Ia dan muridnya sama-sama belajar melalui
pembelajaran dialogis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar