Pandangan Paulo Freire
tentang etika umum membantu dalam membangun nilai-nilai etis yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik yang dijabarkan dalam 3 poin yaitu :
1.
Saling
memberi petunjuk/saling mengarahkan (Directiveness)
Niali etika pertama yang harus dijunjung oleh pendidik dan memiliki
tanggung jawab dalam pendidikan adalah directiveness. Tanggung jawab tersebut
dapat diaktualisasikan melalui aktivitas belajar yang dialogis. Guru dan siswa bersama-sama
menginternalisasikan nilai-nilai etika universal melalui aktivitas-aktivitas
social. Disinilah guru berperan sebagai pemberi petunjuk, tapi tidak secara
otoriter mendikte siswa dalam serangkaian aturan etis yang wajib diikuti.
Freire (1987) menegaskan “directiveness bukanla posisi penguasa yang mengatur
seseorang yang harus begini atau begitu, tetapi adalah sebuah pola piker yang
tertuju pada studi serius terhadap suatu objek dalam mana para siswa merefleksi
bagaimana sebuah objek berada. Pola pikir ini sifatnya demokratis karena
mengupayakan petunjuk dan kebebasan secara bersamaan, tanpa otoritarianisme
oleh guru dan tanpa kebebasan yang berlebihan bagi siswa”.
2.
Sloganisasi
Freire (1967) menyatakan bahwa pendidik yang etis tidak melakukan
sloganisasi karena bertentangan dengan humanisasi. Sloganisasi adalah pemberian
banyak pesan dan arahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap siswanya tentang
apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus mereka beli/bayar untuk
pendidikan mereka, apa yang harus mereka capai, dan sebagainya karena telah
tereduksi oleh system pendidikan gaya
banking. Dengan tereduksinya pendidik oleh system pendidikan gaya banking,
pendidik dapat mengumandangkan slogan-slogan pendidikan gaya teknikalitis.
Freire menentang keras sloganisasi pendidikan. Pendidikan bukan suatu bentukan
kaku kehidupan, pendidikan bukanlah Ujian Nasional (UN). Pendidikan bukan bongkahan batu besar
yang berat lantas dipikul siswa unttuk mencapai kesuksesan. Pendidikan adalah
humanisasi, memfasilitasi manusia sebagai subjek yang bebas bereksistensi
dalamsetiap laku penciptaannya di dunia.
Pendidik yang etis adalah yang menghargai siswanya sebagai subjek
yang bebas menentukan pilihan hidupnya, pendidik hanya memfasilitasi tentang
bagaimana cara yang ideal untuk mencapai pilihan siswanya. Membentuknya agar
senantiasa dalam menyikapi setiap fenomena yang ia hadapi. Pendidik bukanlah
orang-orang yang mengumandangkan slogan-slogan.
3.
Pembebasan
Shoe dan Freire (1987) serta Horton dan Paulo (1990) menyatakan
pendidik yang etis adalah pendidik yang memperjuangkan pembebasan, menantang
orang-orang untuk mengetahui kebebasan actual mereka, kekuasaan nyata mereka.
Pendidik pembebasan tidak memiliki hak untuk memberlakukan posisinya kepada
orang-orang lain; tetapi ia tidak pernah dapat berdiam diri atau cuci tangan
menghadapi masalah social. Pendidik pembebasan memilika hak untuk menantang
kesadaran siswa dalam rangka mengubahnya. Ini adalah suatu kontribusi kecil
bagi para siswa untuk mengubah cara mereka memahami realitas. Tetapi perlu
diperhatikan agar kita agar tidak termasuk ke dalam posisi idealistic,
menganggap perubahan kesadaran dilakukan melalui permainan intelektual di ruangan
seminar. Kita mengubah pemahaman kita atau kesadaran kita jika kita
teriluminasi dengan konflik nyata dalam sejarah. Pendidikan pembebasan dapat
mengubah pemahaman kita tentang realitas. Tetapi ini tidak sama dengan
perubahan realitas itu sendiri. Hanya tindakan politik dalam masyarakaat yang
dapat membuat transformasi social, bukan studi kritis di ruang kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar