Kamis, 22 Desember 2016

Pandangan Paulo Freire Mengenai Etika Pendidik



Pandangan Paulo Freire  tentang etika umum membantu dalam membangun nilai-nilai etis yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang dijabarkan dalam 3 poin yaitu :
1.      Saling memberi petunjuk/saling mengarahkan (Directiveness)
Niali etika pertama yang harus dijunjung oleh pendidik dan memiliki tanggung jawab dalam pendidikan adalah directiveness. Tanggung jawab tersebut dapat diaktualisasikan melalui aktivitas belajar yang dialogis.  Guru dan siswa bersama-sama menginternalisasikan nilai-nilai etika universal melalui aktivitas-aktivitas social. Disinilah guru berperan sebagai pemberi petunjuk, tapi tidak secara otoriter mendikte siswa dalam serangkaian aturan etis yang wajib diikuti. Freire (1987) menegaskan “directiveness bukanla posisi penguasa yang mengatur seseorang yang harus begini atau begitu, tetapi adalah sebuah pola piker yang tertuju pada studi serius terhadap suatu objek dalam mana para siswa merefleksi bagaimana sebuah objek berada. Pola pikir ini sifatnya demokratis karena mengupayakan petunjuk dan kebebasan secara bersamaan, tanpa otoritarianisme oleh guru dan tanpa kebebasan yang berlebihan bagi siswa”.
2.      Sloganisasi
Freire (1967) menyatakan bahwa pendidik yang etis tidak melakukan sloganisasi karena bertentangan dengan humanisasi. Sloganisasi adalah pemberian banyak pesan dan arahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap siswanya tentang apa yang harus mereka lakukan, apa yang harus mereka beli/bayar untuk pendidikan mereka, apa yang harus mereka capai, dan sebagainya karena telah tereduksi oleh system pendidikan gaya  banking. Dengan tereduksinya pendidik oleh system pendidikan gaya banking, pendidik dapat mengumandangkan slogan-slogan pendidikan gaya teknikalitis. Freire menentang keras sloganisasi pendidikan. Pendidikan bukan suatu bentukan kaku kehidupan, pendidikan bukanlah Ujian Nasional (UN). Pendidikan bukan bongkahan batu besar yang berat lantas dipikul siswa unttuk mencapai kesuksesan. Pendidikan adalah humanisasi, memfasilitasi manusia sebagai subjek yang bebas bereksistensi dalamsetiap laku penciptaannya di dunia.
Pendidik yang etis adalah yang menghargai siswanya sebagai subjek yang bebas menentukan pilihan hidupnya, pendidik hanya memfasilitasi tentang bagaimana cara yang ideal untuk mencapai pilihan siswanya. Membentuknya agar senantiasa dalam menyikapi setiap fenomena yang ia hadapi. Pendidik bukanlah orang-orang yang mengumandangkan slogan-slogan.
3.      Pembebasan
Shoe dan Freire (1987) serta Horton dan Paulo (1990) menyatakan pendidik yang etis adalah pendidik yang memperjuangkan pembebasan, menantang orang-orang untuk mengetahui kebebasan actual mereka, kekuasaan nyata mereka. Pendidik pembebasan tidak memiliki hak untuk memberlakukan posisinya kepada orang-orang lain; tetapi ia tidak pernah dapat berdiam diri atau cuci tangan menghadapi masalah social. Pendidik pembebasan memilika hak untuk menantang kesadaran siswa dalam rangka mengubahnya. Ini adalah suatu kontribusi kecil bagi para siswa untuk mengubah cara mereka memahami realitas. Tetapi perlu diperhatikan agar kita agar tidak termasuk ke dalam posisi idealistic, menganggap perubahan kesadaran dilakukan melalui permainan intelektual di ruangan seminar. Kita mengubah pemahaman kita atau kesadaran kita jika kita teriluminasi dengan konflik nyata dalam sejarah. Pendidikan pembebasan dapat mengubah pemahaman kita tentang realitas. Tetapi ini tidak sama dengan perubahan realitas itu sendiri. Hanya tindakan politik dalam masyarakaat yang dapat membuat transformasi social, bukan studi kritis di ruang kelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar