Jumat, 30 Desember 2016

Percakapan Santun Antarorang Menamai Dunia


Orang-orang berdialog, berbicara dengan kata-kata mereka, dengan menamai dunia, mentransformasinya, yang menjadi dialog yang tumbuh sendiri sebagai cara mereka mencapai signifikansi sebagai manusia. karena itu dialog adalah suatu existensial necessity. Dan karena dialog adalah perjumpaan yang mempersatukan refleksi dan tindakan dari para pelakunya ditujukan pada dunia yang akan ditransformasi dan dihumanisasi, dialog ini tidak dapat direduksi menjadi tindakan pihak-pihak yang “mendositokan” ide-ide kepada pihak lainnya, juga ia tidak dapat menjadi sebuah pertukaran ide sederhana yang akan dikonsumsi oleh para peserta diskusi. Juga dialog ini bukan silang argument yang kasar, polemic, antara mereka yang tertarrik untuk menamai dunia atau mencari kebenaran, tetapi lebih tertuju untuk pemberlakuan kebenaran mereka sendiri secara santun.
Perhubungan dialogis, di samping sebagi praktik fundamental pada manusia dan pada masyarakat demokratis, juga merupakan sebuah persyaratan epistemologis. Sebagi alat, dialog dapt digunakan atu tidak,yang daopat diganti-gati oleh alat lainnya. Dialog bukan hanya alat, atau praktik pendidikan, tetapi sikap hidup atau dialogisme manusia sebagi Subjek yang juga inconclusive beings yang sadra diri, mengimplikasikan dialog. Karena itu tanpa dialog tidak ada subjek. Dialog mengansumsikan kesetaraan antarmanusia, hubungan subjek-subjek. Dialog menandai tindakan mengetahui yang bersifat social,meskipun tindakan ini memiliki dimensi individual (Freire 1987). Perhubungan Subjek-objek, bukan perhubungan kesetaraan, bukan dialog. Dialog juga mengasumsikan kekurangan, kesalahan, kekeliruan, bukan self-suffiency; karena itu dialog mereprresentasikan perjalanan pembentukan manusia secara social dan historis. Manusia adalah pengada yang dibangun secara social dan historis melalui dialog, dialog adalah kebutuhan eksistensial manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar