Dialog
merupakan laku penciptaan dunia oleh para manusia yang menintai dunia.
Mencintai seesama manusia dan mencintai kehidupan. Cinta merupakan pondasi dari dialog. Cinta
merupakan tanggung jawab dari subjek-subjek yang memperjuangkan kebebasan dan
tidak berada dari relasi dominasi. Dominasi memunculkan pathologi cinta :
sadism terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Cinta merupakan laku pemihak terhadap
kaum tertindas dimanapun mereka berada, tindakan dari cinta adalah komitmen
terhadap prinsip mereka – prinsip kebebasan. Sebagai tindakan dari pemihakan
kaum tertindas, cinta tidak dapat sentimental; sebagai suatu tindakkan dari
kebebasan, ia tidak dapat bertindak sebagai dalih untuk memanipulasi, cinta
harus melahirkan tindakan kebebasan orang-orang lain; jika tidak demikian, ia
bukanlah cinta. Hanya dengan mengakhiri suatu penindasan cinta yang hilang
dapat dipulihkan. Dalam proses pembeajaran, seorang guru harus membangun cinta
pada semua muridnya, cinta yang diawali dengan perasaan empati. Menurut Amold
(Loreman, 2010), empati telah digambarkan “kemampuan untuk memahami pikiran dan
perasaan diri dan orang lain. Ini adalah kemampuan canggih yang melibatkan
attunement (focus pada orang lain), decentering (melihat orang lain dengan
berbagai pertimbangan), dan intropeksi : tindakan bijaksana, serta tulus”.
Berdasarkan pendapat Amold tersebut dapat disimpulkan bahwa proses mendidik
harus didasarkan atas rasa cinta dan kasih sayang yang diawali dengan rasa
empati terhadap anak ddik, dengan proses mendidik yang kaya akan rasa kasih
sayang diyakini akan memberikan pengaruh positif yang terus berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar