Humanisasi menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. (Hasbulloh, 2000). Kodrat dimaknai sebagai sifat bawaan
manusia. manusia dilahirkan dengan bekal kekuatan kodrati yang lengkap tetapi
belum semuanya sempurna. Adapun kekuatan kodrati tersebut yaitu : akal budi,
rasa iman, insting, dan nafsu (memiliki potensi untuk berbuat baik atau jahat).
Tujuan Humanisasi yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara bahwa “dharma manusia
adalah mewujudkan kemanusiaan”. (Syaripudin, 2015). Dapat disimpulkan bahwa
humanisasi menurut konsep Ki Hajar Dewantara adalah tercapainya kodrat dan
dharma manusia.
Kodrat dan dharma manusia
bisa tercapai melalui atribut-atribut dari jiwa manusia yang disebut trisakti
jiwa (Cipta, Rasa, dan Karsa). Hal ini berkaitan dengan maksud luhur dalam
pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu tertuju pada fungsionalitas dari
jiwa yang termanifestasi pada akal, hati dan kehendak. Akal bisa sakti jika
mampu men-cipta, hati bisa sakti jika ia mampu me-rasa, dan kehendak bisa sakti
jika ia mampu meng-karsa.
Konsep tentang Trisakti Jiwa akan dijabarkan sebagai berikut :
1.
Cipta
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “Cipta dapat diartikan sebagai
daya berpikir yang bertugas mencari kebenaran akan sesuatu dengan jalan
membandingkan, mencari beda, dan samanya”. Cipta juga merupakan aktivitas
berpikir untuk memperoleh ketentuan mana yang benar dan mana yang salah. Dalam
hal men-cipta, manusia berkuasa untuk berangan-angan secara aktif dan
subjektif, yaitu bertindak menurut keinginannya sendiri. Melalui kesaktian
cipta kita dapat memperoleh ketetapan tentang kebenaran atau kesalahan.
Pendidikan sebagai humanisasi harus mengkondisikan peserta didik
menjadi subjek yang mampu mencipta, daya cipta merupakan kesaktian dari akal.
Manusia memiliki kekuatan kreatif yang ajaib untuk mengkonfirmasi segala
ciptaan Tuhan, me-re-kreasinya menjadi apapun yang bisa berguna dan bermanfaan
bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pendidikan harus tertuju pada pemberdayaan
kesaktian dari akal yaitu cipta. Itulah Humanisasi.
2.
Rasa
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “rasa adalah segala gerak-gerik
hati kita, yang menyebabkan kita, mau tidak mau, merasa senang atau susah,
sedih atau gembira, malu atau bangga, puas atau kecewa, berani atau takut,
marah atau berbelas kasih, benci atau cinta, begitu seterusnya. Yang mengalami
rasa adalah hati, bukan pikiran kita. Maka dengan kesaktian rasa dalam jiwa
kita dapat memperoleh ketentuan tentang apa yang baik dan apa yang jelek”. Rasa
dapat dimaknai bahwa manusia itu memiliki hati yang mampu me-rasa, itu artinya
manusia memiliki kepekaan pada segala sesuatu yang diangap baik dan buruk.
Nilai kebaikan tentunya diselimuti nilai-nilai moralitas universal yang
menuntun manusia untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bersifat normative.
Kepekaan dari hati yang mampu merasa akan menuntun manusia untuk senantiasa
melakukan tindakan kebaikan secara konsisten dan ajeg. Tindakan yang amoral
bertentangan dengan nilai kebaikan universal akan membuat hatinya merasa tidak
nyaman, gelisah, dan berdosa. Begitulah urgensi dari saktinya hati yaitu rasa.
3.
Karsa
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “karsa merupakan kemauan atau
kehendak yang timbul seakan-akan sebagai hasil buah pikiran atau perasaan. Sebenarnya
kemauan merupakan lanjutan daripada hawa nafsu kodrati yang ada dalam jiwa
manusia, namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran serta diperhalus oleh
perasaan, hingga tak lagi bersifat instincten yang mentah, ataupun
dorongan-dorongan yang kasar dan rendah”. Karsa dapat dimaknai bahwa kemampuan
atau kehendah yang tidak bersifat
instingtif, karsa adalah kemauan kemauan yang sakti yaitu kemauan yang didasari
atas pertimbangan akal dan hati, dielektika antara akal dan hati akan
melahirkan kemauan yang berujung pada tindakan reflektif, tindakan yang penuh
kesadaran, bukan tindakan instingtif.
Trisakti Jiwa pada akal, hati dan kehendak ini akan menghasilkan
manusia susila atau makhluk yang berbudi dan beradab. Juga manusia yang mampu
mengurus diri sendiri, manusia lain, dan bangsanya. Dalam konsep Ki Hajar
Dewantara disebut Trihayu (memayu hayuning salira, menungsa, dan bangsa).
Konsep Humanisasi dari Ki Hajar Dewantara sama halnya humanisasi
bagi Paulo Freire, melalui bangkitnya subjek dari situasi penindasan, melalui
bangkitnya kesadaran, kesadaran adalah manifestasi jiwa yang mengawali proses
penyempurnaan manusia melalui dielektika antara akal, hati dan tindakan.
Daftar Pustaka
Kesuma,
Dharma,Dr.,M.Pd dan teguh Ibrahim,S.Pd.2016.Struktur Fundamental Pedagogik
(Membedah Pemikiran Paulo Freire).Bandung:PT. Refika Aditama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar