Kamis, 22 Desember 2016

Humanisasi Dalam Konsep Trisajti Jiwa Ki Hajar Dewantara



Humanisasi menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. (Hasbulloh, 2000). Kodrat dimaknai sebagai sifat bawaan manusia. manusia dilahirkan dengan bekal kekuatan kodrati yang lengkap tetapi belum semuanya sempurna. Adapun kekuatan kodrati tersebut yaitu : akal budi, rasa iman, insting, dan nafsu (memiliki potensi untuk berbuat baik atau jahat). Tujuan Humanisasi yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara bahwa “dharma manusia adalah mewujudkan kemanusiaan”. (Syaripudin, 2015). Dapat disimpulkan bahwa humanisasi menurut konsep Ki Hajar Dewantara adalah tercapainya kodrat dan dharma manusia.
Kodrat dan dharma manusia  bisa tercapai melalui atribut-atribut dari jiwa manusia yang disebut trisakti jiwa (Cipta, Rasa, dan Karsa). Hal ini berkaitan dengan maksud luhur dalam pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu tertuju pada fungsionalitas dari jiwa yang termanifestasi pada akal, hati dan kehendak. Akal bisa sakti jika mampu men-cipta, hati bisa sakti jika ia mampu me-rasa, dan kehendak bisa sakti jika ia mampu meng-karsa.
Konsep tentang Trisakti Jiwa akan dijabarkan sebagai berikut :
1.      Cipta
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “Cipta dapat diartikan sebagai daya berpikir yang bertugas mencari kebenaran akan sesuatu dengan jalan membandingkan, mencari beda, dan samanya”. Cipta juga merupakan aktivitas berpikir untuk memperoleh ketentuan mana yang benar dan mana yang salah. Dalam hal men-cipta, manusia berkuasa untuk berangan-angan secara aktif dan subjektif, yaitu bertindak menurut keinginannya sendiri. Melalui kesaktian cipta kita dapat memperoleh ketetapan tentang kebenaran atau kesalahan.
Pendidikan sebagai humanisasi harus mengkondisikan peserta didik menjadi subjek yang mampu mencipta, daya cipta merupakan kesaktian dari akal. Manusia memiliki kekuatan kreatif yang ajaib untuk mengkonfirmasi segala ciptaan Tuhan, me-re-kreasinya menjadi apapun yang bisa berguna dan bermanfaan bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pendidikan harus tertuju pada pemberdayaan kesaktian dari akal yaitu cipta. Itulah Humanisasi.
2.      Rasa
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “rasa adalah segala gerak-gerik hati kita, yang menyebabkan kita, mau tidak mau, merasa senang atau susah, sedih atau gembira, malu atau bangga, puas atau kecewa, berani atau takut, marah atau berbelas kasih, benci atau cinta, begitu seterusnya. Yang mengalami rasa adalah hati, bukan pikiran kita. Maka dengan kesaktian rasa dalam jiwa kita dapat memperoleh ketentuan tentang apa yang baik dan apa yang jelek”. Rasa dapat dimaknai bahwa manusia itu memiliki hati yang mampu me-rasa, itu artinya manusia memiliki kepekaan pada segala sesuatu yang diangap baik dan buruk. Nilai kebaikan tentunya diselimuti nilai-nilai moralitas universal yang menuntun manusia untuk senantiasa melakukan hal-hal yang bersifat normative. Kepekaan dari hati yang mampu merasa akan menuntun manusia untuk senantiasa melakukan tindakan kebaikan secara konsisten dan ajeg. Tindakan yang amoral bertentangan dengan nilai kebaikan universal akan membuat hatinya merasa tidak nyaman, gelisah, dan berdosa. Begitulah urgensi dari saktinya hati yaitu rasa.
3.      Karsa
Menurut Ki Hajar Dewantara (2004) “karsa merupakan kemauan atau kehendak yang timbul seakan-akan sebagai hasil buah pikiran atau perasaan. Sebenarnya kemauan merupakan lanjutan daripada hawa nafsu kodrati yang ada dalam jiwa manusia, namun sudah dipertimbangkan oleh pikiran serta diperhalus oleh perasaan, hingga tak lagi bersifat instincten yang mentah, ataupun dorongan-dorongan yang kasar dan rendah”. Karsa dapat dimaknai bahwa kemampuan atau  kehendah yang tidak bersifat instingtif, karsa adalah kemauan kemauan yang sakti yaitu kemauan yang didasari atas pertimbangan akal dan hati, dielektika antara akal dan hati akan melahirkan kemauan yang berujung pada tindakan reflektif, tindakan yang penuh kesadaran, bukan tindakan instingtif.
Trisakti Jiwa pada akal, hati dan kehendak ini akan menghasilkan manusia susila atau makhluk yang berbudi dan beradab. Juga manusia yang mampu mengurus diri sendiri, manusia lain, dan bangsanya. Dalam konsep Ki Hajar Dewantara disebut Trihayu (memayu hayuning salira, menungsa, dan bangsa).
Konsep Humanisasi dari Ki Hajar Dewantara sama halnya humanisasi bagi Paulo Freire, melalui bangkitnya subjek dari situasi penindasan, melalui bangkitnya kesadaran, kesadaran adalah manifestasi jiwa yang mengawali proses penyempurnaan manusia melalui dielektika antara akal, hati dan tindakan.



Daftar Pustaka
Kesuma, Dharma,Dr.,M.Pd dan teguh Ibrahim,S.Pd.2016.Struktur Fundamental Pedagogik (Membedah Pemikiran Paulo Freire).Bandung:PT. Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar