Freire (1970). Dialog adalah
perjumpaan antarmanusia,dimensi oleh dunia,dalam rangka menamai dunia. Menamai
dunia dimaknai sebagia mengkonfirmasi segala ciptaan Tuhan dengan
merekreasikannya melauli kata-kata sejati dalam diri melalui proses mencari,dan
terus mencari. Karena itu dialog tidak dapat terjadi antar mereka yang ingin
menamai dunia dan mereka yang tidak ingin menamai dunia. Mereka yang ingin
menamai dunia adalah mereka yang berada pada level epistemologi, mereka adalah
pencari ilmu, mereka mencintai perubahn dan bahagia dengan pencarian itu. Bagi
mereka dunia perlu dinamai secara otentik melalui dialog-dialog. Sedangkan
mereka yang tidak bersela menamai dunia adalah mereka yang pasif reaktif. Mereka
yang pasif hanya menerima penamaan dunia dari penguasa, kata-kata tentang dunia
menurut mereka tidak perlu dicari, sedangkan mereka yang reaktif berusaha
mengungkapkan kata-katanya sendiri dan membungkam mulut orang lain untuk
berkata-kata,mereka anti-dialog.
Pendidikan Freire yang dialogis
banyak ditunjukan menggerakkan masyarakat yang masih berkesadaran naïf, magis,
atau fanatik, menuju ke kesadaran kritis, memfasilitasi mereka untuk dapat mengintervensi
proses historis. Caranya :
a. Dengan
metode aktif, dialogis, menstimulasi – kritisisme dan kritis;
b. Dengan
isi program pendidikan yang dinamis;
c. Dengan
penggunaan teknik-teknik seperti “penguraian’ tematik dan “kodifikasi”.
Metode ini didasarkan
atas dialog, yang merupakan perhubungan antar orang secara horizontal.
Relasi “empati” antar
dua “kutub” yang terlibat dalm sebuah pencarian bersama. (Jaspers) dilahirkan
dari sebuah matriks kritis, dialog mengkreasi sebuah sikap kritis. Dialog
ditumbuhkan oleh cinta, kerendahn-hati, harapan, keyakinan, dan kepercayaan.
Ketika dua kutukb dialog terhubungkan oleh hal tersebut mereka dapat bergabung
dalm sebuah pencarian kritis sesuatu hal. Hanya dialog yang menumbuhkan
komunikasi yang sebenarnya.(jaspers,dalam Freire, 1974) dialog adalah
satu-satunya jalan, tidak hanya dalam masalah-masalah vital dari tatanan politik,
tetapi dalam semua ekspresi dari keberadaan kita di dunia. Hanya melalui
keyakinan, bagaimanapun, dialog memiliki kuasa dan makna.
Sedangkan anti-dialog
akan mereduksi manusia menjadi benda,malahirkan budaya bisu yang menahun.
Budaya bisu akan menenggelamkan kesadaran manusia, manusia jadi tidak kritis,
manusia terbirokrasi, manusia menghindari realitas, bahkan lari darinya. Relasi
“terputus”. Anti-dialog mempresentasikan perhubungan antarmanusia secara
vertical. Ia tidak mengandung cinta,karena itu tidak kritis, dan tidak bisa
menciptakan sikap kritis. Anti-dialog memepresentasikan sikap kecukupan-diri
sendiri dan arogansi total. Dalam anti-dialog relasi empati antar “kutub-kutub”
terputus. Dengan demikian anti-dialog tidak berkomunikasi, tetapi utamanya
menerbitkan komunika-komunika yang kaku dan sama persis. Guru yang anti-dialog
melihat muridnya bagaikan bejana kosong yang miskin ilmu,jadi ia memposisikan
dirinya sebagai penyedia, penyuplai, dan distributor ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar